Sabtu, 18 Oktober 2008

Rannisa Fina dan Aku

Habis lebaran, baru kali ini kami bertiga bertemu. Selanjutnya terusnya lanjut

Jumat, 03 Oktober 2008

Pesantren Jurnalistik Angkatan ke 3 Selesai

Agenda tahunan pesantren jurnalistik yang dikemas dalam acara Ngabuburit Jurnalistik di Bogor telah selesai (5- 18 September 2008). Sebagai pengelola pesantren (baca panitia) saya mengucapkan terima kasih kepada para penulis dan wartawan media cetak dan elektronik yang telah bersedia memberikan sebagian ilmunya kepada peserta pelatihan.

Rasa terima kasih yang tak terhingga itu kami berikan kepada:
Pertama, terima kasih kepada Bpk TASARO (yang dikenal dengan karyanya Oh, Achilles; buku terbaik Adikarya IKAPI 2007, Di Serambi Makkah: buku terbaik Adikarya IKAPI 2006, Wandu: Juara I nasional lomba novel FLP 2005 dan memiliki pengalaman profesional dan editing. Salah satu buku best seller yang diedit adalah IPDN Undercover karya Inu Kencana Syafiie.
Kedua, terima kasih kepada Bpk Ariyanto MB (Owner dan Founder Mr Pen Indonesia, dan dikenal sebagai Pengembang Metode Menulis tanpa Harus Berpikir).
Ketiga, terima kasih kepada Ken Mada Wijayanto (News Production Manager AN TV

Terima kasih juga kepada Bpk Jajang Dirajanegara (Produser TPI), Suwardi Rosadi (Jurnalist Trans-7), Heru Yustanto Jurnalist Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Usep Saripudin ( Jurnalist AN TV), Endang Gunawan (Jurnalist Global TV), Djuanda (Jak TV) serta Pelaksana Pemimpin Redaksi dan Para Redaktur Radar Bogor.
Peserta Pesantren Jurnalistik tahun 2008 ini sebanyak 39 orang (melebihi kuota yang seharusnya Cuma 35 orang). Seperti biasa, tiap kali selesai pelatihan mereka bikin klub. Namun untuk tahun ini rupanya mereka kebingungan untuk mencari nama yang cocok untuk kelompok mereka. Kalau angkatan tahun sebelumnya (Peserta Ngabuburit Jurnalistik tahun 2007) gampang mencari nama, yakni Komunis Penulis Bogor (KPB-36). Angka 36 diambil dari jumlah peserta yang sebanyak 36 orang.

Susahnya mencari nama itu terjadi karena materi pelatihan di Ngabuburit tahun ini adalah gabungan antara jurnalistik Media cetak/ penulisan buku plus jurnalistik media televisi. Jadi, sampai tulisan ini saya buat, nama untuk kelompok mereka belum diputuskan.
Meski demikian, yang pasti mereka sepakat mendukung Citizen Jurnalism, bahkan di antara mereka ada beberapa yang lagi diincar untuk bergabung di salah satu Stasiun TV untuk menjadi kontributor untuk beberapa daerah seperti di Cianjur dan Bogor.
Sebagai wahana informasi antaranggota alumni pelatihan darimana saja dan kapan sajakini sudah ada alamat milisnya yakni: jurnalistik3_radarbogor@yahoogroups.com

Affandi

Jumat, 12 September 2008

Tasaro dan Ariyanto MB di Ngabuburit Jurnalistik 2008

Ngabuburit Jurnalistik yang diadakan di Lantai 5 Gedung Graha Pena Bogor sudah Dimulai. Para fulltime writer yang sudah membagikan ilmunya antara lain, Tasaro ( di hari ke-6). Tasaro yang dikenal dengan karyanya Oh, Achilles; buku terbaik Adikarya Ikapi 2007, Di Serambi Makkah: buku terbaik Adikarya IKAPI 2006, Wandu: Juara I nasional lomba novel FLP 2005 dan memiliki pengalaman profesional dan editing. Salah satu buku best seller yang diedit adalah IPDN Undercover karya Inu Kencana Syafiie.

Di hadapan 39 peserta Ngabuburit Jurnalistik, Tasaro banyak cerita bagaimana memulai nulis. Mantan Wartawan Radar Bogor ini juga berkisah ketika diinterogasi aparat sesaat setelah buku IPDN Undercover yang dieditnya terbit. Meski demikian, manisnya dunia penulisan juga dikemukakan.

Pembicara lain yang sudah membagikan pengalamannya adalah Ariyanto MB, founder dan owner Mr Pen Indonesia yang juga Sekjend Asosiasi Penulis Independen. Mantan Pemimpin Redaksi salah satu Tabloid Bisnis ini juga membuat peserta Ngabuburit Jurnalistik ternganga, saat Ariyanto memperagakan permainan sulapnya.

Yah, Ariyanto memang penulis yang bisa main sulap. Dia juga pengembang Metode Menulis Tanpa Harus Berpikir. Tidak ada istilah macet dalam menulis, Kalaupun saat duduk di depan komputer tapi tidak bisa melanjutkan tulisan yang sedang dibuat, berarti ada ide lain yang membuat tulisan itu tidak bisa dilanjutkan. Solusinya, buka folder baru. Tulis apa saja ide yang muncul saat itu. Jika itu dilakukan maka dampaknya akan luar biasa. Tulisan artikel itu akan beranak pinak.

Yang tadinya bermaksud menyelesaikan satu tulisan, tapi yang jadi bisa empat atau lima tulisan. Hal seperti itu, dibuktikan sendiri oleh Ariyanto. Jadinya, dia mampu menulis tiga buku dalam satu bulan, dan bisa menulis 24 buku dengan beragam judul dalam satu tahun. Bahkan, penulis lain, sempat terkejut saat empat buku dengan topik yang berbeda diterbitkan oleh penerbit yang berbeda dalam waktu yang hampir bersamaan.

Acara Ngabuburit Jurnalistik sendiri awalnya bernama Pesantren Jurnalistik. Pendirinya, adalah Muh Afandi SH (nama lain dari Affandi Kartodiharjo) bersama dengan Faturrochman S Kanday (Redaktur Pelaksana Radar Bogor/ Jawa Pos Group). Tiap bulan Ramadhan, tidak kurang dari 14 hari acara tersebut dilaksanakan.

Untuk Ramadhan tahun ini, materinya lebih beragam, selain Program Penulisan di Media Cetak dan Penerbitan Buku, juga diajarkan bagaimana membuat program televisi. Khusus untuk program televisi ini dipandu langsung oleh praktisi dan produser dari TPI, AN TV, Trans-7, Global TV dan Indosiar. (affandi kartodihardjo)

Selasa, 03 Juni 2008

Mendapatkan Citra dengan Press Release

Saat ini kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan berbagai saluran informasi semakin tinggi. Praktisi humas juga harus jeli memanfaatkan saluran informasi yang perannya ada pada media massa. Satu-satunya cara untuk itu adalah mampu menulis.
Kesamaan khusus humas dan pers, yakni penyampai informasi. Namun ada perbedaan mencolok antara keduanya. Pers bersifat independen dan selalu melihatnya dalam sudut pandang masyarakat. Sedangkan sifat humas adalah dependent yang selalu melihat dalam sudut pandang lembaganya.

Oleh karena itu, pers kerap memosisikan humas sebagai narasumber primer. Kondisi ini terjadi karena pers pada dasarnya dibatasi ruang terbatas, nilai berita, dan kepentingan pers itu sendiri, yang seringkali berseberangan dengan keinginan apa yang ingin disampaikan Humas kepada publiknya.

Ruang yang terbatas membuat Humas tidak leluasa untuk menjelaskan banyak hal. Sehingga dibutuhkan kemampuan khusus untuk mengarahkan wartawan menulis sesuai dengan subtansi yang ingin disampaikan oleh Humas. Selain itu tidak semua informasi yang disampaikan humas memiliki nilai berita. Sehingga wartawan jelas tidak akan memuatnya.

Nah, untuk menjembatani kondisi tersebut, Humas harus memiliki kemampuan menulis serta memahami definisi berita secara utuh. Jika humas memiliki kemampuan tersebut maka ia bisa leluasa memberikan memberikan pemahaman kepada pembaca dengan luwes dan bijak.

Jika humas menulis maka:
1. Telah membuat saluran komunikasi.
Dengan menulis, informasi akan tersampaikan lebih efektif. Sebab, informasi tertulis akan lebih sistematis, lebih tahan lama, dan lebih mudah dipahami dibandingkan dengan informasi lisan.
2. Membentuk opini publik.
Informasi yang disajikan tidak hanya sekedar untuk memberi tahu. Publik yang mengetahui penjelasan humas akan berubah dalam pola tindaknya.


::Nilai Berita::
Dalam perspektif jurnalistik, tidak semua peristiwa layak untuk dihadirkan dalam berita. Sebuah peristiwa layak dihadirkan melalui halaman media massa jika memenuhi unsur nilai berita, yakni:

1. Aktualitas (timeliness).
Berita, khususnya straight news, haruslah berupa laporan kejadian yang baru-baru ini terjadi atau peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan.

2. Significance (Penting)
Sebuah peristiwa dianggap penting jika peristiwa berpengaruh terhadap kehidupan orang lain.

3. Magnitude (Besar)
Sebuah peristiwa yang mengandung angka-angka yang besar juga mengandung nilai berita yang besar pula.

4. Kedekatan (proximity).
Ada dua hal tentang kedekatan. Pertama dekat secara fisik dan kedua, kedekatan secara emosional. Orang cenderung tertarik bila membaca berita yang peristiwa atau kejadiannya dekat dengan wilayahnya dan juga perasaan emosional berdasarkan ikatan tertentu.

5. Ketenaran (prominence).
Orang terkenal memang sering menjadi berita (name makes news). Bintang film, sinetron, penyanyi, politisi ternama seringkali muncul di koran dan televisi.

6. Dampak (impact).
Sebuah kejadian yang memiliki dampak pada masyarakat luas memiliki nilai berita yang tinggi. Semakin besar dampak tersebut bagi masyarakat, semakin tinggi pula nilai beritanya.

7. Keluarbiasaan (magnitude).
Sebenarnya hampir sama dengan dampak, namun keluarbiasaan di sini menyangkut sejumlah orang besar, prestasi besar, kehancuran yang besar, kemenangan besar, dan segala sesuatu yang besar.

8. Konflik (conflict).
Berita tentang adanya bentrokan, baik secara fisik maupun nonfisik, selalu menarik. Misalnya bentrokan antar manusia, manusia dengan binatang, antar kelompok, bangsa, etnik, agama, kepercayaan, perang dsb.

9. Keanehan (oddity).
Sesuatu tidak lazim (unusual) mengundang perhatian orang di sekitarnya. Bayi super jumbo lahir normal, kembar tujuh, memiliki ukuran fisik yang beda denga yang lain pada umumnya, cenderung jadi berita yang bernilai tinggi.

10. Human Interest
Sebuah peristiwa yang mengandung nilai-nilai kemanusian atau dilihat dari perspektif kemanusian akan memiliki nilai berita.

Faturohman S Kanday, (Redaktur Pelaksana Radar Bogor/Jawa Pos Group)

Minggu, 25 Mei 2008

Menulis sebagai Ibadah Unggulan

Menulis Sebagai Ibadah Unggulan

Seorang hamba di hadapan Sang Pencipta harus memiliki hubungan khusus. Ibadah harian yang dilakukan seperti sholat lima waktu ..... rasanya masih kurang. Biar mendapat perhatian khusus dari Sang Pencipta tentunya masing-masing hamba harus memiliki ibadah unggulan.

Ada yang lewat sholat malam, ada pula yang melakukan puasa Senin-Kamis. Itulah yang dinamakan ibadah-ibadah unggulan. Semua harus ingat bahwa ibadah puasa tersebut merupakan hubungan antara pribadi langsung dengan Allah Sang Pencipta. Tidak ada orang lain yang tahu, begitu juga dengan pahalanya, (mungkin) hanya dinikmati oleh yang melakukan puasa tersebut.

Tapi, ada ibadah yang bisa dinikmati oleh pribadi yang melakukan dan juga oleh orang lain. Nama ibadah tersebut adalah menulis. Menulis di sini tidak sekedar menulis berita yang dilakukan oleh rekan-rekan wartawan. Tapi, menulis yang bisa dibaca - disimpan - disimpan (untuk dibaca lagi) dengan waktu yang tidak terbatas. Biasanya, tulisan seperti itu adalah yang terkodifikasi dalam bentuk buku.

Tentu saja, isi dari buku tersebut adalah sesuatu yang menarik-brilian- dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama. Untuk itu, lewat tulisan di blog ini saya ingin mengajak semua rekan-rekan penulis untuk berkaya. Jadikan menulis sebagai ibadah unggulan. Isi tulisan yang baik, nantinya akan membawa berkah bagi diri, keluarga dan semuanya.

Sebenarnya, tulisan ini saya buat untuk menyemangati diri saya sendiri. Karena, sampai saat ini saya belum pernah menulis buku secara sendiri. Padahal, dunia tulis menulis sudah saya lakukan sejak belasan tahun lalu. Yakni saat menjadi pengurus (redaksi) Majalah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang yang saat itu namanya 'Manifest', kemudian menjadi Pemimpin Redaksi (Pimred) Mimbar Mahasiswa (koran kampus Unibraw Malang). Setelah lulus, mejadi wartawan suara Indonesia (koran ekonomi grup Jawa Pos-sekarang namanya berubah Jadi Radar Surabaya), dan bergabung ke Radar Bogor sejak koran tersebut berdiri tahun 1988 sampai sekarang (tahun 2008). Di harian Radar Bogor (Grup Jawa Pos) tersebut pernah menjadi wartawan, redaktur, hingga jadi Redaktur Pelaksana (Redpel). Kini, kalau di bok redaksi nama saya masih menjadi Redaktur Senior, bahkan di Radar Bandung pun nama saya juga terpasang menjadi Redaktur Senior.

Jadi, kalau untuk urusan berita harian, saya sudah terbiasa. Tapi, kalau untuk menulis buku ... saya masih harus belajar. Beberapa tulisan dari Bung Jonru dan rekan-rekan di milis penulis lepas sangat membantu, begitu juga dengan tulisan-tulisan dari Bung Toha (Abu Al Ghifari) lewat situs penulis suksesnya juga sangat membantu. sekali lagi, tulisan bertajuk Menulis Sebagai Ibadah Unggulan ini sebenarnya untuk menyemangati diri saya untuk selalu menulis. Bantuan berupa saran, kritik sangat saya harapkan. Terimakasih

Pesantren Jurnalistik di Bogor

Pesantren jurnalistik merupakan wahana sharing/ menimba ilmu pengetahuan tentang jurnalistik yang dilakukan di saat bulan puasa. Pesantren jurnalistik ini sebenarnya mirip dengan pesantren kilat. Untuk di Bogor, Pemrakarsanya adalah Muh Afandi (nama lain dari Afandi Kartodihardjo) bersama Faturahman Safrudin Kanday.

Pertama kali dilakukan, di saat Ramadhan tahun 2006, dilaksanakan secara gratis. Acara dilakukan mulai pukul 13.00 WIB ditutup dengan buka bersama dan sholat magrib berjamaah. Pesertanya tidak lebih dari 15 orang, dan berasal dari berbagai kalangan (kebanyakan mahasiswa).
Di tahun pertama itu, ada kesan asal-asalan. Pesertanya, tiap hari berubah (maksudnya, yang hari pertama masuk-hari keduanya tidak. Begitu juga yang masuk di hari kedua, ternyata dia masuk lagi di hari keempat. Jadi, tiap hari orangnya ganti-ganti, akhirnya transfer/sharing pengetahuan soal jurnalistik dan masalah agama Islam tidak terselenggara secara maksimal.

Berangkat dari pengalaman di tahun pertama tersebut, di saat Ramadhan tahun 2007 lalu penyelenggaraannya diubah. Pesantren jurnalistik yang awalnya gratis dan ditutup dengan buka bersama (gratis-pula) kini harus bayar. Tidak tanggung-tanggung, biayanya langsung Rp 100 ribu untuk pelaksanaan 14 hari dan bersertifikat.

Tapi, ternyata yang ikut luar biasa banyaknya. Penyelenggara terpaksa menolak puluhan pendaftar. Lantai 5 Gedung Graha Pena Bogor tempat penyelenggaraan acara tersebut sampai tidak muat. Akhirnya, dibagi jadi dua kelas. Yang jurnalistik di lantai 5 dan yang design grafis di lantai 4 (ruang redaksi Harian Radar Bogor).

Pengisi acara tersebut, adalah para penanggungjawab halaman/ redaktur dari Radar Bogor. Dan, ada pula yang mantan redaktur seperti Taufik Saptoto Rohadi yang lebih dikenal dengan nama pena TASARO.
Mohon doa restu-nya, semoga kegiatan Pesantren Jurnalistik ini bias tetap berlangsung, lengkap dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Saran dan kritik benar-benar kami harapkan.