Sabtu, 13 November 2010

Marching Band dan Modeling Warnai Pelatihan Jurnalistik di Taruna Andhiga

Talkshow jurnalistik media cetak dan televisi dipadu dengan marching band dan modeling, itulah yang terjadi di SMA-SMK Taruna Andigha Kota Bogor Sabtu 13 November 2010 lalu. Tidak itu saja, ekskul-ekskul lainnya juga ditampilkan di sekolah dengan murid sekitar 3000 siswa tersebut.

SMA-SMK-SMP Taruna Andhiga merupakan titik ke-4 pelaksanan roadshow jurnalistik yang diadakan oleh Tabloid Sundaurang (Grup Radar Bogor). Selain menampilkan band sekolah, atraksi skateboard, unjuk kebolehan ekskul kateda, teater, di sekolah dalam naungan Yayasan Ibnu Hajar tersebut juga menampilkan kontes modeling serta marching band.

Formasi-formasi yang ditampilkan grup marching band tersebut begitu memukau, penuh semangat, apalagi langsung disambung dengan atraksi dari grup paskibra, dance, jaipong dan band tamu.

Konsentrasi peserta pelatihan jurnalistik sedikit terpecah. Beberapa siswa terlihat mengintip dari jendela, namun, gaya penyampaian materi jurnalistik televisi yang disampaikan Usep Saripudin dari ANTV mampu mengembalikan konsentrasi peserta untuk terus mengikuti pelatihan.

Apalagi, saat Suwardi Rosadi dari Trans 7 mempraktekkan cara pengambilan gambar dan mengajari cara wawancara di depan kamera televisi. Semua peserta terlena, karena semua materi yang disajikan dan cara praktek dilakukan mirip dengan apa yang dilakukan oleh kameramen televisi profesional.
”Orang cantik belum tentu terlihat cantik saat di kamera, begitu juga sebaliknya, orang yang kelihatannya biasa-biasa saja bisa saja terlihat cantik saat dishoot kamera,” jelas Rosadi yang kini jadi pembina FWHB ini.

Di kelas jurnalistik TV tersebut, Rosadi memberi waktu 5 menit kepada siswa pelatihan untuk bebas bertindak apa saja. Mereka dirangsang untuk mengaktifkan otak kanan dengan cara membebaskan siswa untuk bertindak apa saja selama lima menit.
Namun, kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik. Para peserta tersebut masih malu-malu untuk berbuat bebas. ”Inilah budaya orang timur. Diberi kebebasan untuk berbuat apa saja untuk melatih otak kanan. Tapi, masih malu-malu,”kata Rosadi.

Sementara, dari sisi jurnalistik media cetak, Asri Supatmiati, redaktur pelaksana Radar Bogor yang juga penulis buku memberikan gambaran kerja seorang jurnalist media cetak. Menurut Ami, nama panggilan dari penulis buku ’The World of Me, Cewek Buka Bukaan , dan Indonesia dalam Dekapan Syahwat’ tersebut untuk berlatih menulis tidak harus menunggu jadi wartawan.

”Saat ini di Radar Bogor ada rubrik yang namanya Gerbang Sekolah yang isinya sekitar kegiatan sekolah, dan ditulis langsung oleh anak sekolah. Rubrik ini bisa dimanfaatkan untuk belajar bikin berita,” katanya.
Sedangkan pembicara dari media cetak lainnya, yakni M Affandi Kartodihardjo, pelaksana tugas Pemimpin Redaksi Tabloid Sundaurang lebih banyak menjelaskan bagaimana media cetak diproduksi. Rangkaian kegiatan mulai dari pencarian berita atau naskah,editing, layout, montage sampai masuk ke mesin cetak hingga jadi produk berbentuk koran atau tabloid dijelaskannya.

Selain itu, dia juga menularkan ’virus’ menulis kepada siswa yang ikut pelatihan tersebut. ”Ikatlah ilmu dengan jalan menuliskannya, dan apa yang kita tulis saat ini, bisa dibaca oleh generasi yang akan datang. Sebab, tulisan itu bisa menembus ruang dan waktu,” katanya.(fan)

Tidak ada komentar: